LABENSRUM
Oleh : Iip Saripudin
Berwarnanya hidup memberikan arti tersendiri bagi laju
kehidupan. Berjuta makna mengalir menelusuri sungai menuju muara, menyatu di
samudera kehidupan. Derai tawa dan air mata menyapa senja di tepian malam,
diantara tunas-tunas muda yang kian menggeliat menanti giliran berkata-kata,
setelah lelah terbaring di pangkuan malam. Sementara hasrat berharap benak
terkuak, menyiratkan makna untaian kata sederhana dapat dicerna dengan bijak
tanpa prahara.
Menyadari sepenuhnya,
bahwa setiap keterbatasan itu akan menyimpan pertanyaan, memohon jawaban.
Harus kita sadari sepenuhnya, bahwa setiap
kita mempunyai keterbatasan dalam segala hal. Namun hasrat yang tersimpan tak
harus selamanya terbenam dan mengendap dalam jiwa dan pikiran lalu menggumpal
dalam otak, bergejolak didasar hati sehingga suatu saat akan menimbulkan
berbagai reaksi tak berkesudahan sebagai respon yang tertunda. Dan disstu sisi
keinginan seakan menjadi suatu keharusan untuk secepatnya terwujudkan dalam
kenyataan sehingga tak hanya membuahkan angan-angan saja. Tapi akal sehatpun
bicara, menyikapi angan-angan itu, untuk berharap bahwa ini bukanlah hal
premature yang kemudian hari menjadi perdebatan panjang dengan resiko yang tak
pernah kita perkirakan sebelumnya.
Ongkos politiknya terlalu mahal bung!, berpa
banyak yang harus dikorbankan demi untuk memaksakan suatu kehendak dengan
pertimbangan yang dangkal. Begitu sang politikus berkata tatkala sebuah wacana
ditawarkan untuk segera digulirkan dan berharap mengkristal serta mengerucut
pada sasaran yang diinginkan.
Setiap
kata yang terucap berharap adalah suatu makna dari realitas kehidupan dimana
kita berpijak dan bernapas, serta dapat memberikan sebuah arti bagi
keberlangsungan hidup setiap yang senantiasa penuh warna, dimana kejujuran
merupakan harapan yang tak ternilai harganya, dan hamper sulit untuk
mendapatkannya hingga hari ini. Bukan karena suatu ajaran membenarkan
ketidakjujuran tidak diharamkan untuk suatu kebaikan, tapi karena terlalu banyak
kepentingan didalamnya yang memaksa kejujuran itu harus tersimpan.
Namun sikap pembodohan terhadap suatu
kenyataan hidup merupakan bentuk lain dari penjajahan yang bertentangan dengan
landasan hidup bangsa serta membelenggu ideologi sikap otak dan kreativitas
juga aktivitas setiap makhluk yang berkeinginan untuk berbuat sesuatu menuju
arah masa depan bangsa yang bermartabat lebih tinggi dimata dunia tanpa
menghilangkan norma-norma dan etika dalam kehidupan dibumi ini.
Kebersamaan
dalam menuangkan pola pikir berharap menjadi satu keharusan yang tak dapat
ditawar-tawar lagi, untuk menyamakan persepsi tentang suatu langkah kedepan
dengan terobosan-terobosan dalam menyelesaikan berbagai persoalan sehingga
dapat membuat perubahan keadaan menuju arah yang lebih baik serta berguna bagi
makhluk hidup di bumi ini.
Secercah
harapan berawal dari sini, ditempat kita tegak berdiri, dimana kita dapat
mengatakan juga mengabarkan realita kehidupan yang sesungguhnya tengah terjadi.
Perubahan menuju arah yang lebih baik dapat kita mulai dengan memperhatikan dan
mengabarkan realita yang sesungguhnya terjadi disekitar kita bernaung dan
membenahi diri dengan bekal kepercayaan diri serta adanya keberanian mengatakan
apa yang seharusnya kita katakan, tanpa harus menutup diri, karena hari ini
banyak cara untuk mengungkapkan apa yang terjadi dan kita rasakan dengan hak
perlindungan atas apa yang kita katakan dan rasakan, apapun bentuk
pengungkapannya.
Lakukan
apa yang harus dilakukan, karena ini merupakan awal dari bentuk kepedulian,
yang tercermin dalam pranata kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan rasa
peduli terhadap diri sendiri, untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
suatu kepedulian terhadap sesuatu yang lebih luas.
Jangan biarkan sikap pembodohan terus merajalela
dengan leluasa diantara kita, jangan biarkan penyakit menahun menyerang kita,
karena itu akan menghambat laju keinginan tentang suatu harapan lalu membunuh
kreativitas secara perlahan namun pasti.
Regenerasi
harus segera dilakukan dengan pembinaan pola pikir serta pengembangan ilmu
pengetahuan dan wawasan disegala bidang,
sebagai bekal menuju suatu harapan dimasa depan dengan persiapan matang yang
tak mudah dimentahkan, karena kompetisi dalam kehidupan akan terus bergulir
dengan konsekwensi dan resiko yang akan ditempuh dalam bentuk apapun.
Dan dipojok-pojok sana para aktivis
berkumpul, mendesain cita-cita demi merealisasikan harapannya agar sesuai
dengan apa yang diinginkan.
Sementara ditengah-tengah keramaian kota
segelintir orang berpesta pora merayakan kemenangan atas hasil rampokan yang
dilakukannya disiang bolong kemarin sore.
Pernyataan sikap bukanlah sesuatu yang sakral
untuk segera disikapi lalu ditindaklanjuti, karena ada suatu proses dalam
mempertimbangkan keputusan sehingga menghasilkan kata akhir.
Manusia
mempunyai hasrat dan keinginan yang bervariasi dalam berbagai hal, meskipun tak
jarang juga yang mempunyai kesamaan atau kemiripan dalam menyikapi
permasalahan. Perbedaan pemikiran merupakan anugerah tak terhingga yang
sepatutnya kita sikapi dengan bijaksana, sehingga perbedaan tersebut menuntun
arah menuju penyelesaian permasalahan.
Pemikiran yang besar tidak lahir begitu saja,
namun melalui suatu proses yang tumbuh dengan pengaruh lingkungan, religi,
tradisi dan budaya serta berbagai peristiwa sejarah, tafakur, perenungan diri
maupun nuansa pergolakan batin yang dirasakan.
Tidaklah heran jika hari ini atau suatu hari
nanti hadir ditengah-tengah kita pemikiran-pemikiran jenius sehingga
memunculkan perspektif yang belum pernah ada sebelumnya, meski tak mudah untuk
dapat menerimanya dalam realitas kehidupan yang majemuk.
Perbedaan pandangan bukanlah hal aneh yang
senantiasa kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam
bingkai ideologi yang menimbulkan perhelatan tiada henti untuk mencapai tujuan
yang dicita-citakan serta dapat menjadi landasan bagi keberlangsungan hidup
dalam sosial kemasyarakatan.
Sepantasnyalah pemikiran-pemikiran yang
mengarah pada suatu pembaharuan tidak dipandang negatif sehingga tidak menimbulkan kecurigaan - kecurigaan yang berdampak pada pengkerdilan hak manusia
untuk bicara dan berpendapat serta mengembangkan pemikirannya untuk suatu
perubahan keadaan.
Seperti
kisah seorang pelayan yang biasa menyuguhkan makanan dalam pertemuan keramat di
sebuah istana raja, yang memberikan perspektif terhadap persoalan yang dihadapi
tuan-tuannya ketika terjadi perbedaan pendapat tentang suatu hal yang
dihadapinya.
Begini kisahnya, hehe…….. :
Suatu
hari di dalam pertemuan keramat berkumpullah para petinggi-petinggi istana.
Semua hadirin tampak serius memperhatikan apa yang diutarakan seorang petinggi
istana berkacamata hitam.
“Hari ini kita berkumpul untuk yang kesekian
kalinya, dan masih saja mempersoalkan hidangan yang tersedia dimeja ini.
Masakan ini telah diramu berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin berabad-abad lalu
oleh para pendahulu kita, untuk tetap dipertahankan cita rasa khasnya yang
sesuai dengan selera khalayak ramai. Untuk apalagi harus diperdebatkan?.
Bukankah kita dalam keadaan sadar betul ketika menikmati masakan ini, dan tidak
sedang bermimpi”.
Seorang petinggi berdasi mengomentari atas
apa yang telah dikemukakan temannya itu.
“Masakan ini terasa tidak pas dilidahku. Aku
tak begitu menikmatinya, dan aku mengharapkan rasa yang lainnya. Karena masakan
ini dirasakan tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap metabolisme
tubuhku, sehingga bibirku terasa kaku untuk berucap kata. Setiap kalimat yang
kuucapkan seakan rancu jika harus mengatakan bahwa masakan ini sedap untuk
dinikmati. Dan aku tak ingin membohongi diriku sendiri. Aku harus jujur
mengakui bahwa sesungguhnya aku kecewa dengan rasa dari masakan ini, karena aku
menyukai masakan yang manisnya lebih terasa”.
Seorang petinggi lain dengan rompi ditubuhnya
tak tinggal diam mendengar apa yang dikatakan rekannya.
“Mungkin rasa yang kau inginkan terasa baik
bagi anda, tetapi tidak bagiku!. Karena aku cenderung lebih menikmati masakan
yang rasa garamnya terasa, sehingga lebih dapat memberikan kehangatan bagiku”.
Ia berucap dengan penuh semangat.
Petinggi bertopi hitam yang duduk dihadapan
lelaki tadi, dengan cepat mengomentari apa yang dikatakannya.
“Tidak!. Aku sangat menyukai masakan beraroma
pedas, dengan rasa garam dan manisnya yang setiap saat dapat mengundang selera,
serta membangkitkan semangat hidup ini”.
Petinggi dengan balutan jaket ditubuhnya tertegun
sejenak mendengarkan apa yang diungkapkan rekannya. Dengan didahului tarikan
nafas panjang ia berkata.
“Kalian boleh saja berpendapat demikian. Tapi
aku mengharapkan kombinasi rasa yang lain, karena aku menggemari masakan dengan
rasa manis bercampur asam dengan sedikit rasa pedas. Hangatnya akan lebih
terasa mengundang selera”.
Begitu dasyatnya perdebatan para petinggi
istana itu, sehingga harus mengorbankan waktu serta menguras tenaga dan
pikiran, bahkan nyawa sekalipun untuk menemukan jalan penyelesaiannya.
Ditengah-tengah perdebatan yang sengit,
seorang pelayan datang menyuguhkan air hangat yang dibawanya dari dapur setelah
dipanaskan oleh juru masak istana. Dengan nada pelan pelayan istana berucap.
“Maaf
tuan-tuan. Saya hanya sekedar mengingatkan, jika hari ini adalah hari
jum’at”. Setelah berkata demikian pelayanpun bergegas pergi.
Para petinggi saling berpandangan satu dengan
lainnya demi mendengar perkataan dari sang pelayan istana. Tak lama kemudian
mereka bersepakat untuk menunda pembahasan hingga waktu yang telah ditetapkan.
Setelah rehat beberapa saat
lamanya, pembahasanpun dilanjutkan kembali. Perdebatan pun semakin tajam. Masing-masing
beradu argumentasi untuk mempertahankan apa yang diyakininya. Sementara dari
dalam istana, dengan langkah tergopoh-gopoh seorang pelayan datang menghampiri
para petinggi. Dihadapan para petinggi pelayanpun berucap dengan santun.
“Maaf tuan-tuan, saya hanya sekedar
mengingatkan bahwa, disana ada beberapa wajan berukuran sedang. Jika tuan-tuan
berkenan, saya akan memohon kepada juru masak istana untuk menuangkan masakan
dari wajan besar yang tuan-tuan bicarakan hingga detik ini kedalam wajan – wajan
yang tersedia. Mungkin dengan demikian
tuan-tuan dapat mengolah kembali masakannya. Apakah bahan masakannya ditambah
atau dikurang, sehingga dapat memberikan rasa yang sesuai selera tuan-tuan. Biarlah
wajan besar itu berisi olahan makanan dari bahan-bahan masakan, serta
rempah-rempah dengan cita rasa khas yang tak dimiliki istana lain yang telah sekian lama dijaga keasliannya. Kemudian
apabila tuan-tuan berharap lain, maka tuan-tuan sekalian dapat menuangkan
masakan tersebut kedalam wajan-wajan kecil ditempat tuan-tuan berada, sehingga
rakyat banyak dapat mencicipinya. Namun jangan tersinggung jika rakyat dimana
tuan-tuan berada berkomentar lain atas masakan yang ditawarkan. Karena bukan
hal yang tidak mungkin rakyat masih menginginkan cita rasa masakan yang
bersumber dari wajan besar warisan nenek moyang”.
Selesai berbicara pelayanpun berlalu dari
hadapan para petinggi tersebut.
Para petinggi istana tertegun sejenak setelah
mendengar kata-kata yang disampaikan pelayan. Suasana hening sejenak. Hanya sesekali
terdengar helaan nafas panjang para petinggi istana dalam ruang pertemuan
keramat itu. Mereka saling berpandangan dengan kerutan dikeningnya.
Kisah
tersebut berharap dapat memberikan Perspektivitas bagi keberlangsungan hidup
bermasyarakat dialam demokrasi ini. Dimana setiap manusia memiliki keragaman
pemikiran, meski terkadang tak mudah dicerna untuk diejawantahkan dalam
realitas kehidupan. Apa yang menjadi dasar-dasar pemikirannya, sudah sesuaikah dengan substansinya.
Diantara satu dengan lainnya cenderung terciptakan suatu kondisi yang
kompetitif disertai berbagai liku didalamnya. Namun demikian, demokrasi
mengisyaratkan untuk memberikan Labensrum
terhadap setiap warga negara yang berserikat atau berkumpul, demi mewujudkan
cita-cita yang di harapkannya. Dan semoga cita-cita tersebut dapat memberikan
perubahan bagi kemajuan bersama.
Sifat dasar yang timbul dalam
kondisi saling mempengaruhi seringkali terjadi karena suatu alasan mendasar yang
diyakini dapat memberikan perspektivitas
terhadap keadaan yang dicita-citakan, sehingga mengarah pada tuntutan
pembuktian atas peristiwa yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang ada. Namun
secara naluriah, pemikiran-pemikiran yang muncul atas ide atau gagasan orang
lain akan menimbulkan perdebatan, serta perhelatan yang seakan tiada henti. Tapi
tentunya semua itu
diharapkan untuk menuju pada suatu kesimpulan, serta
berkesepakatan dan berkesepahaman sehingga tidak terjadi kontradiksio interminis.
Berdasarkan
pengalaman hidup suatu bangsa serta perjalanan sejarah kemanusiaan, telah mendokumentasikan berbagai peristiwa
yang menorehkan luka sangat mendalam akibat dari perselisihan yang mengarah dan
mendorong pada suatu tindakan anarkis tak terkendali, diiringi sikap provokatif
dari pihak-pihak tak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi serta mencuri
kesempatan, dengan mengharapkan kondisi
menjadi tidak menentu. Sehingga akhirnya terjadi pertumpahan darah serta
pengebirian hak-hak manusia dalam berbagai hal. Memang tak mudah untuk menyamakan
persepsi, karena harus dapat menerima segala konsekwensinya, meskipun proses
argumentasi telah dilakukan, disertai berbagai faktor penunjang lainnya. Apabila
tidak menemui kata sepakat, maka akan
terdapat hambatan-hambatan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung
untuk merealisasikannya.
Sepakat
untuk bersepakat, atau sepakat untuk tidak bersepakat hanyalah fenomena yang
seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa diantara kita akan selalu terdapat
perbedaan meskipun tak begitu mendasar, sehingga tak dapat memaksakan kehendaknya
sendiri. Namun demikian bukanlah berarti kebebasan berbeda pendapat menjadi
suatu alasan untuk berbuat sesuatu tanpa alasan jelas, yang pada akhirnya akan
mengorbankan hajat hidup orang banyak, yang timbul karena kebebasan itu.
Jangan biarkan rakyat terbelenggu dalam
ketidaktahuan tentang apa yang tengah terjadi kini, dan jangan biarkan rakyat terpasung
dalam rasa ketakutan, sehingga terpojokkan dengan menanggung beban yang tak
seharusnya mereka pikul karena ketidaktahuan serta ketakutannya.
Diantara generasi bangsa yang tumbuh hari ini
akan lahir seorang pemimpin dikemudian hari, untuk itu jangan biarkan bangsa
dan negara ini hancur, luluh lantak hanya karena generasinya tak pandai, baik
dalam menentukan sikap, cara berpikir maupun dalam memilih dan memilah mana
yang baik dan mana yang tidak baik untuk dilakukan. Dan akupun tak berharap
suatu hari nanti aku bercerita pada anak cucuku bahwa disini pernah ada sebuah
negara yang bernama “Indonesia”.
Dengan cucuran keringat serta tumpahan darah,
para pendiri serta pejuang bangsa telah berhasil mengantarkan rakyat Indonesia
kedepan pintu gerbang kemerdekaan, dan kemerdekaan tersebut adalah milik kita, milik
rakyat Indonesia dengan kebinekaannya..
Semoga
uraian diatas dapat memberikan inspirasi juga prespektivitas bagi semua pihak yang mempunyai niat tulus serta
itikad baik, untuk bersama-sama menyuguhkan hari esok yang lebih baik dari hari
sebelumnya, dengan resiko yang relatif kecil terhadap kemungkinan timbulnya
korban, sebagai dampak dari proses yang bergulir. Sehingga arah menuju kata
akhir senantiasa dapat dimengerti berbagai pihak serta dapat diterima dengan
tangan terbuka.
Catatan Kaki :
Labensrum adalah, Lingkup ruang bangsa sesuai dengan
jumlah dan kepentingannya
Perspektif adalah, Peninjauan, Tinjauan
Prespektivitas adalah, Daya tinjau terhadap sesuatu
fenomena
Kontradiksio interminis adalah, Majas memperlihatkan sesuatu yang bertentangan
dengan apa yang dikatakannya semula, yang kemudian disangkalnya lagi dengan
ucapannya kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar