SELAMAT DATANG DI IPANG'S BLOG

SEMOGA MENEMUKAN YANG ANDA BUTUHKAN
TERIMA KASIH TELAH BERKENAN MENGUNJUNGI BLOG INI

Sabtu, 10 September 2011

LABENSRUM


LABENSRUM

Oleh : Iip Saripudin


            Berwarnanya hidup memberikan arti tersendiri bagi laju kehidupan. Berjuta makna mengalir menelusuri sungai menuju muara, menyatu di samudera kehidupan. Derai tawa dan air mata menyapa senja di tepian malam, diantara tunas-tunas muda yang kian menggeliat menanti giliran berkata-kata, setelah lelah terbaring di pangkuan malam. Sementara hasrat berharap benak terkuak, menyiratkan makna untaian kata sederhana dapat dicerna dengan bijak tanpa prahara.  
            Menyadari sepenuhnya, bahwa setiap keterbatasan itu akan menyimpan pertanyaan, memohon jawaban.   
Harus kita sadari sepenuhnya, bahwa setiap kita mempunyai keterbatasan dalam segala hal. Namun hasrat yang tersimpan tak harus selamanya terbenam dan mengendap dalam jiwa dan pikiran lalu menggumpal dalam otak, bergejolak didasar hati sehingga suatu saat akan menimbulkan berbagai reaksi tak berkesudahan sebagai respon yang tertunda. Dan disstu sisi keinginan seakan menjadi suatu keharusan untuk secepatnya terwujudkan dalam kenyataan sehingga tak hanya membuahkan angan-angan saja. Tapi akal sehatpun bicara, menyikapi angan-angan itu, untuk berharap bahwa ini bukanlah hal premature yang kemudian hari menjadi perdebatan panjang dengan resiko yang tak pernah kita perkirakan sebelumnya.
Ongkos politiknya terlalu mahal bung!, berpa banyak yang harus dikorbankan demi untuk memaksakan suatu kehendak dengan pertimbangan yang dangkal. Begitu sang politikus berkata tatkala sebuah wacana ditawarkan untuk segera digulirkan dan berharap mengkristal serta mengerucut pada sasaran yang diinginkan.
            Setiap kata yang terucap berharap adalah suatu makna dari realitas kehidupan dimana kita berpijak dan bernapas, serta dapat memberikan sebuah arti bagi keberlangsungan hidup setiap yang senantiasa penuh warna, dimana kejujuran merupakan harapan yang tak ternilai harganya, dan hamper sulit untuk mendapatkannya hingga hari ini. Bukan karena suatu ajaran membenarkan ketidakjujuran tidak diharamkan untuk suatu kebaikan, tapi karena terlalu banyak kepentingan didalamnya yang memaksa kejujuran itu harus tersimpan.
Namun sikap pembodohan terhadap suatu kenyataan hidup merupakan bentuk lain dari penjajahan yang bertentangan dengan landasan hidup bangsa serta membelenggu ideologi sikap otak dan kreativitas juga aktivitas setiap makhluk yang berkeinginan untuk berbuat sesuatu menuju arah masa depan bangsa yang bermartabat lebih tinggi dimata dunia tanpa menghilangkan norma-norma dan etika dalam kehidupan dibumi ini.
            Kebersamaan dalam menuangkan pola pikir berharap menjadi satu keharusan yang tak dapat ditawar-tawar lagi, untuk menyamakan persepsi tentang suatu langkah kedepan dengan terobosan-terobosan dalam menyelesaikan berbagai persoalan sehingga dapat membuat perubahan keadaan menuju arah yang lebih baik serta berguna bagi makhluk hidup di bumi ini.
            Secercah harapan berawal dari sini, ditempat kita tegak berdiri, dimana kita dapat mengatakan juga mengabarkan realita kehidupan yang sesungguhnya tengah terjadi. Perubahan menuju arah yang lebih baik dapat kita mulai dengan memperhatikan dan mengabarkan realita yang sesungguhnya terjadi disekitar kita bernaung dan membenahi diri dengan bekal kepercayaan diri serta adanya keberanian mengatakan apa yang seharusnya kita katakan, tanpa harus menutup diri, karena hari ini banyak cara untuk mengungkapkan apa yang terjadi dan kita rasakan dengan hak perlindungan atas apa yang kita katakan dan rasakan, apapun bentuk pengungkapannya.
            Lakukan apa yang harus dilakukan, karena ini merupakan awal dari bentuk kepedulian, yang tercermin dalam pranata kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan rasa peduli terhadap diri sendiri, untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi suatu kepedulian terhadap sesuatu yang lebih luas.
Jangan biarkan sikap pembodohan terus merajalela dengan leluasa diantara kita, jangan biarkan penyakit menahun menyerang kita, karena itu akan menghambat laju keinginan tentang suatu harapan lalu membunuh kreativitas secara perlahan namun pasti.
            Regenerasi harus segera dilakukan dengan pembinaan pola pikir serta pengembangan ilmu pengetahuan dan  wawasan disegala bidang, sebagai bekal menuju suatu harapan dimasa depan dengan persiapan matang yang tak mudah dimentahkan, karena kompetisi dalam kehidupan akan terus bergulir dengan konsekwensi dan resiko yang akan ditempuh dalam bentuk apapun.
Dan dipojok-pojok sana para aktivis berkumpul, mendesain cita-cita demi merealisasikan harapannya agar sesuai dengan apa yang diinginkan.
Sementara ditengah-tengah keramaian kota segelintir orang berpesta pora merayakan kemenangan atas hasil rampokan yang dilakukannya disiang bolong kemarin sore.
Pernyataan sikap bukanlah sesuatu yang sakral untuk segera disikapi lalu ditindaklanjuti, karena ada suatu proses dalam mempertimbangkan keputusan sehingga menghasilkan kata akhir.
            Manusia mempunyai hasrat dan keinginan yang bervariasi dalam berbagai hal, meskipun tak jarang juga yang mempunyai kesamaan atau kemiripan dalam menyikapi permasalahan. Perbedaan pemikiran merupakan anugerah tak terhingga yang sepatutnya kita sikapi dengan bijaksana, sehingga perbedaan tersebut menuntun arah menuju penyelesaian permasalahan.
Pemikiran yang besar tidak lahir begitu saja, namun melalui suatu proses yang tumbuh dengan pengaruh lingkungan, religi, tradisi dan budaya serta berbagai peristiwa sejarah, tafakur, perenungan diri maupun nuansa pergolakan batin yang dirasakan.
Tidaklah heran jika hari ini atau suatu hari nanti hadir ditengah-tengah kita pemikiran-pemikiran jenius sehingga memunculkan perspektif yang belum pernah ada sebelumnya, meski tak mudah untuk dapat menerimanya dalam realitas kehidupan yang majemuk.
Perbedaan pandangan bukanlah hal aneh yang senantiasa kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam bingkai ideologi yang menimbulkan perhelatan tiada henti untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan serta dapat menjadi landasan bagi keberlangsungan hidup dalam sosial kemasyarakatan.
Sepantasnyalah pemikiran-pemikiran yang mengarah pada suatu pembaharuan tidak dipandang   negatif   sehingga   tidak   menimbulkan   kecurigaan - kecurigaan  yang berdampak pada pengkerdilan hak manusia untuk bicara dan berpendapat serta mengembangkan pemikirannya untuk suatu perubahan keadaan.
            Seperti kisah seorang pelayan yang biasa menyuguhkan makanan dalam pertemuan keramat di sebuah istana raja, yang memberikan perspektif terhadap persoalan yang dihadapi tuan-tuannya ketika terjadi perbedaan pendapat tentang suatu hal yang dihadapinya.
Begini kisahnya, hehe…….. :

            Suatu hari di dalam pertemuan keramat berkumpullah para petinggi-petinggi istana. Semua hadirin tampak serius memperhatikan apa yang diutarakan seorang petinggi istana berkacamata hitam.
“Hari ini kita berkumpul untuk yang kesekian kalinya, dan masih saja mempersoalkan hidangan yang tersedia dimeja ini. Masakan ini telah diramu berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin berabad-abad lalu oleh para pendahulu kita, untuk tetap dipertahankan cita rasa khasnya yang sesuai dengan selera khalayak ramai. Untuk apalagi harus diperdebatkan?. Bukankah kita dalam keadaan sadar betul ketika menikmati masakan ini, dan tidak sedang bermimpi”.
Seorang petinggi berdasi mengomentari atas apa yang telah dikemukakan temannya itu.
“Masakan ini terasa tidak pas dilidahku. Aku tak begitu menikmatinya, dan aku mengharapkan rasa yang lainnya. Karena masakan ini dirasakan tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap metabolisme tubuhku, sehingga bibirku terasa kaku untuk berucap kata. Setiap kalimat yang kuucapkan seakan rancu jika harus mengatakan bahwa masakan ini sedap untuk dinikmati. Dan aku tak ingin membohongi diriku sendiri. Aku harus jujur mengakui bahwa sesungguhnya aku kecewa dengan rasa dari masakan ini, karena aku menyukai masakan yang manisnya lebih terasa”.
Seorang petinggi lain dengan rompi ditubuhnya tak tinggal diam mendengar apa yang dikatakan rekannya.
“Mungkin rasa yang kau inginkan terasa baik bagi anda, tetapi tidak bagiku!. Karena aku cenderung lebih menikmati masakan yang rasa garamnya terasa, sehingga lebih dapat memberikan kehangatan bagiku”. Ia berucap dengan penuh semangat.
Petinggi bertopi hitam yang duduk dihadapan lelaki tadi, dengan cepat mengomentari apa yang dikatakannya.
“Tidak!. Aku sangat menyukai masakan beraroma pedas, dengan rasa garam dan manisnya yang setiap saat dapat mengundang selera, serta membangkitkan semangat hidup ini”.
Petinggi dengan balutan jaket ditubuhnya tertegun sejenak mendengarkan apa yang diungkapkan rekannya. Dengan didahului tarikan nafas panjang ia berkata.
“Kalian boleh saja berpendapat demikian. Tapi aku mengharapkan kombinasi rasa yang lain, karena aku menggemari masakan dengan rasa manis bercampur asam dengan sedikit rasa pedas. Hangatnya akan lebih terasa mengundang selera”.
Begitu dasyatnya perdebatan para petinggi istana itu, sehingga harus mengorbankan waktu serta menguras tenaga dan pikiran, bahkan nyawa sekalipun untuk menemukan jalan penyelesaiannya.
Ditengah-tengah perdebatan yang sengit, seorang pelayan datang menyuguhkan air hangat yang dibawanya dari dapur setelah dipanaskan oleh juru masak istana. Dengan nada pelan pelayan istana berucap.
“Maaf  tuan-tuan. Saya hanya sekedar mengingatkan, jika hari ini adalah hari jum’at”. Setelah berkata demikian pelayanpun bergegas pergi.
Para petinggi saling berpandangan satu dengan lainnya demi mendengar perkataan dari sang pelayan istana. Tak lama kemudian mereka bersepakat untuk menunda pembahasan hingga waktu yang telah ditetapkan. 


Setelah rehat beberapa saat lamanya, pembahasanpun dilanjutkan kembali. Perdebatan pun semakin tajam. Masing-masing beradu argumentasi untuk mempertahankan apa yang diyakininya. Sementara dari dalam istana, dengan langkah tergopoh-gopoh seorang pelayan datang menghampiri para petinggi. Dihadapan para petinggi pelayanpun berucap dengan santun.
“Maaf tuan-tuan, saya hanya sekedar mengingatkan bahwa, disana ada beberapa wajan berukuran sedang. Jika tuan-tuan berkenan, saya akan memohon kepada juru masak istana untuk menuangkan masakan dari wajan besar yang tuan-tuan bicarakan hingga detik ini kedalam wajan – wajan  yang  tersedia.  Mungkin  dengan  demikian tuan-tuan dapat mengolah kembali masakannya. Apakah bahan masakannya ditambah atau dikurang, sehingga dapat memberikan rasa yang sesuai selera tuan-tuan. Biarlah wajan besar itu berisi olahan makanan dari bahan-bahan masakan, serta rempah-rempah dengan cita rasa khas yang tak dimiliki istana lain  yang telah sekian lama dijaga keasliannya. Kemudian apabila tuan-tuan berharap lain, maka tuan-tuan sekalian dapat menuangkan masakan tersebut kedalam wajan-wajan kecil ditempat tuan-tuan berada, sehingga rakyat banyak dapat mencicipinya. Namun jangan tersinggung jika rakyat dimana tuan-tuan berada berkomentar lain atas masakan yang ditawarkan. Karena bukan hal yang tidak mungkin rakyat masih menginginkan cita rasa masakan yang bersumber dari wajan besar warisan nenek moyang”.
Selesai berbicara pelayanpun berlalu dari hadapan para petinggi tersebut.
Para petinggi istana tertegun sejenak setelah mendengar kata-kata yang disampaikan pelayan. Suasana hening sejenak. Hanya sesekali terdengar helaan nafas panjang para petinggi istana dalam ruang pertemuan keramat itu. Mereka saling berpandangan dengan kerutan dikeningnya.


            Kisah tersebut berharap dapat memberikan Perspektivitas bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat dialam demokrasi ini. Dimana setiap manusia memiliki keragaman pemikiran, meski terkadang tak mudah dicerna untuk diejawantahkan dalam realitas kehidupan. Apa yang menjadi dasar-dasar  pemikirannya, sudah sesuaikah dengan substansinya. Diantara satu dengan lainnya cenderung terciptakan suatu kondisi yang kompetitif disertai berbagai liku didalamnya. Namun demikian, demokrasi mengisyaratkan untuk memberikan Labensrum terhadap setiap warga negara yang berserikat atau berkumpul, demi mewujudkan cita-cita yang di harapkannya. Dan semoga cita-cita tersebut dapat memberikan perubahan bagi kemajuan bersama.
Sifat dasar yang timbul dalam kondisi saling mempengaruhi seringkali terjadi karena suatu alasan mendasar yang diyakini dapat memberikan perspektivitas terhadap keadaan yang dicita-citakan, sehingga mengarah pada tuntutan pembuktian atas peristiwa yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang ada. Namun secara naluriah, pemikiran-pemikiran yang muncul atas ide atau gagasan orang lain akan menimbulkan perdebatan, serta perhelatan  yang  seakan   tiada  henti.  Tapi   tentunya  semua  itu  diharapkan  untuk menuju pada suatu kesimpulan, serta berkesepakatan dan berkesepahaman sehingga tidak terjadi kontradiksio interminis.
            Berdasarkan pengalaman hidup suatu bangsa serta perjalanan sejarah kemanusiaan,  telah mendokumentasikan berbagai peristiwa yang menorehkan luka sangat mendalam akibat dari perselisihan yang mengarah dan mendorong pada suatu tindakan anarkis tak terkendali, diiringi sikap provokatif dari pihak-pihak tak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi serta mencuri kesempatan,  dengan mengharapkan kondisi menjadi tidak menentu. Sehingga akhirnya terjadi pertumpahan darah serta pengebirian hak-hak manusia dalam berbagai hal. Memang tak mudah untuk menyamakan persepsi, karena harus dapat menerima segala konsekwensinya, meskipun proses argumentasi telah dilakukan, disertai berbagai faktor penunjang lainnya. Apabila tidak menemui kata sepakat,  maka akan terdapat hambatan-hambatan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk merealisasikannya.
            Sepakat untuk bersepakat, atau sepakat untuk tidak bersepakat hanyalah fenomena yang seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa diantara kita akan selalu terdapat perbedaan meskipun tak begitu mendasar, sehingga tak dapat memaksakan kehendaknya sendiri. Namun demikian bukanlah berarti kebebasan berbeda pendapat menjadi suatu alasan untuk berbuat sesuatu tanpa alasan jelas, yang pada akhirnya akan mengorbankan hajat hidup orang banyak, yang timbul karena kebebasan itu.


Jangan biarkan rakyat terbelenggu dalam ketidaktahuan tentang apa yang tengah terjadi kini, dan jangan biarkan rakyat terpasung dalam rasa ketakutan, sehingga terpojokkan dengan menanggung beban yang tak seharusnya mereka pikul karena ketidaktahuan serta ketakutannya.
Diantara generasi bangsa yang tumbuh hari ini akan lahir seorang pemimpin dikemudian hari, untuk itu jangan biarkan bangsa dan negara ini hancur, luluh lantak hanya karena generasinya tak pandai, baik dalam menentukan sikap, cara berpikir maupun dalam memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk dilakukan. Dan akupun tak berharap suatu hari nanti aku bercerita pada anak cucuku bahwa disini pernah ada sebuah negara yang bernama “Indonesia”.
Dengan cucuran keringat serta tumpahan darah, para pendiri serta pejuang bangsa telah berhasil mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan, dan kemerdekaan tersebut adalah milik kita, milik rakyat Indonesia dengan kebinekaannya..
            Semoga uraian diatas dapat memberikan inspirasi juga prespektivitas bagi semua pihak yang mempunyai niat tulus serta itikad baik, untuk bersama-sama menyuguhkan hari esok yang lebih baik dari hari sebelumnya, dengan resiko yang relatif kecil terhadap kemungkinan timbulnya korban, sebagai dampak dari proses yang bergulir. Sehingga arah menuju kata akhir senantiasa dapat dimengerti berbagai pihak serta dapat diterima dengan tangan terbuka.

Sukabumi,    Januari 2008


Catatan Kaki :
Labensrum adalah, Lingkup ruang bangsa sesuai dengan jumlah dan kepentingannya
Perspektif adalah, Peninjauan, Tinjauan
Prespektivitas adalah, Daya tinjau terhadap sesuatu fenomena
Kontradiksio interminis adalah,  Majas memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dikatakannya semula, yang kemudian disangkalnya lagi dengan ucapannya kemudian.



                
      
    
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar